Lihatlah kasih sayang Allah padamu agar engkau belajar
malu.
Malu
bertanya sesat jalan..
Malu
beriman hilang pedoman.
M.A.L.U.
Empat huruf yang sangat sederhana. Ianya begitu mempesona dan indah. Menghiasi hati pemeliharanya dengan pancaran sinar kebaikan dan keindahan. Akan tetapi, ia kini perlahan menjadi pudar dan kemudian menghilang. Terpendam dalam kegelapan hati dan tergerus bersama dengan hasrat dan keinginan atas ego diri.
Ianya kini bagaikan mutiara yang terkubur. Ia adalah keistimewaan para manusia, akhlak yang agung, tanpanya tidak ada kebaikan sedikitpun dalam kehidupan.
Rasulullah SAW bersabda: “Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan KEBAIKAN.” [HR. Bukhari (10/433), Muslim (37) dan Abu Dawud (4796)]
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا ، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ
الحَيَاء
“Sesungguhnya
setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”
(HR. Ibnu Majah no. 4181. Syaikh Al Albani mengatakan bahawa hadits ini hasan)
Tidak sempurna iman sesorang tanpa adanya rasa malu di dalam
diri insan. Pentingnya sifat ini dipelihara di dalam hati kita yang akan
membahagiakan keimanan kita. Sifat malu
ini adalah sifat yang paling utama bagi seoarang muslim yang merupakan menjadi
benteng dalam kehidupan seorang muslim. Sifat malu ini dikatakan menjadi
benteng diri karena hal ini akan menjaga diri dalam kebaikan dan meninggalkan
segala perkara yang bertentang dengan ajaran islam dan juga hal ini merupakan
penghalang untuk mengikuti hawa nafsu yang boleh merosakkan akidah.
Dalam sebuah hadist disebutkan :
“Malu termasuk bahagian dari iman dan iman itu tempatnya
di syurga. Sedangkan ucapan keji termasuk bahagian dari tabiat kasar, tabiat
kasar itu tempatnya di neraka” (HR. at Tirmidzi, Ibnu Hibban no. 1929, al Hakim
I/52-53 dan Ahmad II/501, berkata Syaikh Salim, “Adapun hadits ini tetap shahih
kerana ada mutaba’ah/penguat dari Sa’id bin Abi Hilal dalam riwayat Ibnu
Hibban”)
Sifat malu ini sebenarnya sudah tertanam dalam setiap
hembusan setiap insan, karena sifat malu ini sebenarnya tidak memerlukan tempat
untuk singgahsan bak kerajaan yang mewah, hal ini adalah sudah fitrah diri
manusia yang sudah tertanam bersama keimanan seseorang. Namun kebanyakan kita lebih menjaga malu kepada
manusia dari pada menjaga malu kepada Allah, dan jika tidak menjaga malu kepada
Allah maka apakah akan jadi generasi yang akan datang?
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al ‘araf:179)
Dalam hadis qudsi Allah berfirman : “Aku yang mencipta tapi selain-Ku disembah. Aku yang memberi rezeqi tapi selain-Ku yang disyukuri. Kebaikan-Ku turun pada hamba, sementara keburukan mereka naik kepada-Ku. Aku berbaik hati pada mereka dengan memberi berbagai nikmat padahal Aku tidak perlukan mereka. Tapi mereka justru memperlihatkan kebencian pada-Ku dengan bermaksiat padahal mereka makhluk yang paling memelukan kepada-Ku. Orang berzikir pada-Ku adalah teman duduk-Ku. Orang yang taat pada-Ku adalah para pecinta-Ku. Sementara orang yang bermaksiat kepada-Ku tidak Ku buat mereka putus asa dari rahmat-Ku. Jika mereka bertaubat pada-Ku niscaya Aku menjadi kekasih mereka. Jika menolak, maka Aku akan mengubati mereka. Ku uji mereka dengan berbagai musibah agar mereka suci dari noda. Siapapun di antara mereka yang datang bertaubat kepada-Ku, Ku sambut dari jauh. Siapa yang menentang-Ku, Kupanggil dari dekat. Aku akan berkata padanya, ‘kemana engkau hendak pergi? Apakah engkau mempunyai Tuhan selain Ku?’ Kebaikan di sisi-Ku dibalas dengan sepuluh kali lipat dan dapat Kutambah. Sementara kejahatan di sisi-Ku dibalas seumpamanya dan dapat Ku ampuni. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, seandainya mereka meminta ampunan kepada-Ku, pasti Kuampuni”
Jika kalbumu suci, bersih dan hidup pasti engkau akan menangis mendengar pernyataan Allah di atas.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Allah swt memanggil Daud, “Wahai Daud seandainya mereka yang membelakangi-Ku itu mengetahui cinta dan rindu-Ku pada mereka, serta mengetahui betapa Aku ingin mereka kembali, niscaya mereka segera merindukan-Ku. Wahai Daud inilah keinginan-Ku terhadap mereka yang membelakangi-Ku. Apalagi cinta-Ku terhadap mereka yang menghampiri-Ku,”
فَبِأَيِّ آَلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Ar Rahman: 13)
Tidakkah kau malu untuk bermaksiat dan melakukan dosa setelah tahu betapa besar cinta Allah padamu??
****************************************************
Kisah
Teladan- Ibrahim bin Adham
Abu Ishak
Ibrahim bin Adham, lahir di Balkh dari keluarga bangsawan Arab di dalam sejarah
sufi disebutkan sebagai seorang raja yang meninggalkan kerajaannya – lalu
mengembara ke arah Barat untuk menjalani hidup bersendirian yang sempurna
sambil mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga ia meninggal dunia
di Negeria Persia kira-kira tahun 165H/782M. Beberapa sumber mengatakan bahawa
Ibrahim terbunuh ketika mengikuti angkatan laut yang menyerang Bizantium.
Banyak rupanya kisah sejarah dari manusia bernama Ibrahim bin Adam ra, Hidup di zaman Nabi Khidir a.s.
Banyak rupanya kisah sejarah dari manusia bernama Ibrahim bin Adam ra, Hidup di zaman Nabi Khidir a.s.
Suatu hari,
Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang pemuda yang bergelumang dengan dosa yang sudah sekian lama hidup dalam
kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina. Orang
ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham;
"Aku sudah tercebur
maksiat cukup dalam, bagaimana aku dapat berhenti dari semua perbuatan tercela
ini ?"
Ibrahim bin Adham terdiam
sejenak, lalu berucap, "Jika kamu dapat memegang lima hal ini, niscaya kau
akan jauh dari perbuatan maksiat.
Pertama, jika kau berbuat
maksiat, usahakanlah Allah tak melihat perbuatanmu."
Orang itu terperangah,
"Lalu, kenapa kau
berbuat dosa seakan-akan Allah tidak melihatmu ?"
Pemuda itu tertunduk, malu,
"Katakanlah yang kedua !"
"Jika kau masih berbuat
maksiat, jangan lagi kau makan rezeki Allah."
kembali pendosa itu terkejut,
"Bagaimana mungkin ? Bukankah semua rezeki datang dari Allah ? Air liur di
mulutku ini pun datang dari Allah."
Ibrahim berkata, "Layakkah
memakan rezeki Allah sedang kita melanggar perintah dan melakukan larangan-Nya
? Ibarat kamu menumpang makan kepada orang, sementara setiap saat kau selalu
mengecewakannya dan ia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk
terus makan darinya ?"
"Sekarang katakanlah
yang ketiga."
"Ketiga, jika kau masih
berbuat dosa, janganlah tinggal di bumi Allah."
Air mata pendosa itu menitik.
"Keempat, jika kau masih
berbuat maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang mencabut nyawamu sebelum
kau bertaubat, tolaklah. Janganlah mahu nyawamu dicabut."
"Tak seorang pun mampu
menolak datangnya malaikat maut ...."
"Jika begitu, mengapa
kau masih berbuat maksiat ? Tidakkah terfikir olehmu, jika suatu ketika
malaikat maut itu datang justru pada saat kamu sedang mencuri, menipu, berzina
atau melakukan dosa lainnya ?"
Pemuda itu tak kuasa menahan
tangis.
"Lalu, hal apa yang
terakhir ?"
"Kelima, jika kamu masih
ingin berbuat dosa dan malaikat maut sudah mencabut nyawamu justru ketika kau
melakukan dosa maka janganlah mahu kalau nanti malaikat Malik memasukkanmu ke neraka. Mintalah
kesempatan hidup sekali lagi !"
"Bagaimana mungkin ?
Bukankah hidup hanya sekali ?"
Ibrahim berkata, "Kerana
hidup hanya sekali, kenapa kita masih menyia-nyiakan hidup ini dengan menumpuk
dosa ?"
"Cukup ! Aku tak sanggup
lagi mendengarnya," ucap pemuda itu seraya menangis lalu pergi
meninggalkan Ibrahim bin Adham.
Sejak itu ia tak lagi
mendekati maksiat dan orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah.
Renungan dan muhasabah...
Semoga bermanfaat.
0 Komen tetamu yg baik :-):
Posting Komentar